Minggu, 08 Mei 2011

China Tutup Sarang Hacker



VIVAnews - Pemerintah China baru-baru ini menutup sebuah website yang dicurigai sebagai situs pelatihan hacker terbesar di negaranya. 

Menurut pemerintah China, situs bernama 'Black Hawk Safety Net' adalah situs yang memberikan berbagai modul pelatihan hacking terbesar dan menjual unduhan-unduhan software jahat, yang biasa digunakan sebagai 'senjata' oleh para peretas.

Situs ini dipercaya telah berhasil merekrut ribuan anggota hacker secara online, dan melatih mereka sebagai cracker-cracker (hacker jahat) yang siap mengirim serangan dan trojan ke seantero dunia. Dengan trojan tersebut, komputer yang telah terinfeksi bisa dikuasai dan dikendalikan oleh hacker dari jarak jauh.

Menurut situs BBC yang mengutip China Daily dan Wuhan Evening, situs Black Hawk Safety Net ini telah merekrut lebih dari 12 ribu hacker yang berlangganan, dan sekitar 180 ribu hacker yang mendaftar ke komunitas secara gratis. Komunitas ini juga sukses mengumpulkan lebih dari 7 juta Yuan (sekitar Rp 9,6 miliar) dari iuran anggota mereka.

Menurut PCworld yang mengutip People's Daily (koran resmi partai komunis China), polisi di pusat provinsi Hubei mulai melacak keberadaan Black Hawk Safety Net setelah menemukan beberapa anggota hacker menggunakan program jahat yang disediakan oleh situs tersebut.

Tak hanya menutup situs ini, pemerintah China bahkan juga mencokok tiga orang yang dicurigai sebagai pengelola situs. Ini merupakan penangkapan pertama yang dilakukan di bawah revisi peraturan kriminal China yang melarang adanya desain serta penyebarani tool-tool hacking di internet.

Bulan lalu, China menjadi perhatian setelah Google mengancam untuk menutup operasinya di China karena serangkaian serangan yang dilakukan oleh hacker China. Namun, China menolak adanya keterlibatan pemerintah dalam serangan itu.

China sendiri memiliki sekitar 350 juta pengguna internet yang merupakan negara pengguna internet terbesar di dunia saat ini dan memiliki volume keuntungan di bidang mesin pencarian, yang diperkirakan setara dengan US$1 miliar (sekitar Rp 9,4 triliun) tahun lalu.

Dari nilai sebesar itu, Google merebut sekitar sepertiga pangsa pasar pencarian di negara itu, sementara mesin telusur Baidu menguasai lebih dari 60 persen pangsa pasar.
• VIVAnews

0 Komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More